05.40 | Posted in
Di dalam suatu organisasi yang besar, sistem database merupakan bagian penting pada sistem informasi, karena di perlukan untuk mengelola sumber informasi pada organisasi tersebut. Untuk mengelola sumber informasi tersebut yang pertama kali di lakukan adalah merancang suatu sistem database agar informasi yang ada pada organisasi tersebut dapat digunakan secara maksimal.

Tujuan Perancangan Database
• Untuk memenuhi kebutuhan akan informasi dari pengguna dan aplikasi
• Menyediakan struktur informasi yang natural dan mudah di mengerti oleh
pengguna
• Mendukung kebutuhan pemrosesan dan beberapa obyek kinerja dari suatu sistem
database

Berikut ini siklus kehidupan sistem informasi di mana terdapat siklus kehidupan sistem database.

Siklus Kehidupan Sistem Informasi (Macro Life Cycle )

Tahapan–tahapan yang ada pada siklus kehidupan sistem informasi yaitu :
1. Analisa Kelayakan
Tahapan ini memfokuskan pada penganalisaan areal aplikasi yang unggul ,
mengidentifikasi pengumpulan informasi dan penyebarannya, mempelajari
keuntungan dan kerugian , penentuan kompleksitas data dan proses, dan
menentukan prioritas aplikasi yang akan digunakan.
2. Analisa dan Pengumpulan Kebutuhan Pengguna
Kebutuhan–kebutuhan yang detail dikumpulkan dengan berinteraksi pada
sekelompok pemakai atau pemakai individu. Mengidentifikasikan masalah yang
ada dan kebutuhan-butuhan, ketergantungan antar aplikasi, komunikasi dan
prosedur laporan.
3. Perancangan
Perancangan terbagi menjadi dua yaitu : perancangan sistem database dan
sistem aplikasi
4. Implementasi
Mengimplementasikan sistem informasi dengan database yang ada
5. Pengujian dan Validasi
Pengujian dan validasi sistem database dengan kriteria kinerja yang
diinginkan oleh pengguna.
6. Pengoperasian dan Perawatan
Pengoperasian sistem setelah di validasi disertai dengan pengawasan dan
perawatan sistem

Siklus Kehidupan Aplikasi Database ( Micro Life Cycle )
Tahapan yang ada pada siklus kehidupan aplikasi database yaitu :

1. Pendefinisian Sistem
Pendefinisian ruang lingkup dari sistem database, pengguna dan aplikasinya.
2. Perancangan Database
Perancangan database secara logika dan fisik pada suatu sistem database
sesuai dengan sistem manajemen database yang diinginkan.
3. Implementasi Database
Pendefinisian database secara konseptual, eksternal dan internal, pembuatan
file–file database yang kosong serta implementasi aplikasi software.
4. Pengambilan dan Konversi Data
Database ditempatkan dengan baik, sehingga jika ingin memanggil data secara
langsung ataupun merubah file–file yang ada dapat di tempatkan kembali sesuai
dengan format sistem databasenya.
5. Konversi Aplikasi
Software-software aplikasi dari sistem database sebelumnya di konversikan
ke dalam sistem database yang baru
6. Pengujian dan Validasi
Sistem yang baru telah di test dan di uji kinerja nya
7. Pengoperasian
Pengoperasian database sistem dan aplikasinya
8. Pengawasan dan Pemeliharaan

Pengawasan dan pemeliharaan sistem database dan aplikasi software

Proses Perancangan Database
Ada 6 tahap untuk proses perancangan suatu database :
1. Pengumpulan data dan analisis
2. Perancangan database secara konseptual
3. Pemilihan sistem manajemen database
4. Perancangan database secara logika
5. Perancangan database secara fisik
6. Implementasi sistem database


Struktur dan Aplikasi
Isi Data Database

Tahap 1 Analisis dan Pengumpulan kebutuhan pengguna Pengumpulan data Pengumpulan Pemrosesan



Tahap 2 Perancangan
Konseptual Perancangan Konseptual skema Perancangan Transaksi dan Aplikasi



Tahap 3 Pemilihan Sistem Manajemen Database

Tahap 4 Perancangan
Logik Perancangan Konseptual dan Eksternal skema Seberapa Batasan Kinerjanya



Tahap 5 Perancangan
Fisik Skema internal



Tahap 6 Implementasi Perintah DDL
Perintah SDL Implementasi transaksinya



Keterangan :
Secara khusus proses perancangan berisikan 2 aktifitas paralel. Aktifitas yang pertama melibatkan perancangan dari isi data dan struktur database, sedangkan aktifitas kedua mengenai perancangan pemrosesan database dan aplikasi–aplikasi perangkat lunak.

Dua aktifitas ini saling berkaitan , misalnya mengidentifikasi data item yang akan disimpan dalam database dengan cara menganalisa aplikasi–aplikasi database. Dua aktifitas ini juga saling mempengaruhi satu sama lain. Contohnya tahap perancangan database secara fisik, pada saat memilih struktur penyimpanan dan jalur akses dari file suatu database dimana bergantung dengan aplikasi–aplikasi yang akan menggunakan file tersebut.
Penentuan perancangan aplikasi–aplikasi database yang mengarah ke konstruksi skema database telah ditentukan selama aktifitas pertama.
Ke-enam tahap yang telah disebutkan sebelumnya dapat di proses secara tidak berurutan . Dalam beberapa hal, dapat dilakukan modifikasi perancangan kembali ke tahap yang pertama (feedback loop) setelah melakukan tahap selanjutnya.

Tahap 1 : Pengumpulan data dan analisis
Sebelum merancang suatu database, yang harus dilakukan adalah mengetahui dan menganalisis apa yang diinginkan dari pengguna aplikasi, sehingga proses ini disebut pengumpulan data dan analisis. Untuk menspesifikasikan kebutuhan yang pertama kali dilakukan adalah mengidentifikasi bagian lain di dalam sistem informasi yang berinteraksi dengan sistem database. Termasuk pengguna yang baru atau yang sudah lama juga aplikasinya, kebutuhan–kebutuhan tersebut dikumpulkan dan di analisa.

Kegiatan pengumpulan data dan analisis :
• Menentukan kelompok pemakai dan areal bidang aplikasinya.
Pengguna yang menguasai aplikasi yang lama dari setiap bagian dipilih untuk
menyampaikan kebutuhan-kebutuhan dan menspesifikasikannya.

• Peninjauan dokumentasi yang ada.
Dokumen yang berhubungan dengan aplikasi yang akan dibuat dipelajari dan
dianalisa, sedangkan dokumen lainnya seprti kebijakan manual, form,
laporan–laporan dan bagan-bagan organisasi diuji dan ditinjau kembali untuk
mengetahui apakah dokumen tersebut berpengaruh terhadap pengumpulan data
dan proses spesifikasi
• Analisa lingkungan operasi dan kebutuhan pemrosesan.
Lingkungan operasional yang sekarang dan informasi yang direncanakan akan
di gunakan dipelajari, termasuk menganalisa jenis–jenis dari transaksi dan
frekuensi transaksinya seperti halnya alur informasi dengan sistem. Input
dan output data untuk transaksi tersebut harus diperinci.
• Pengumpulan respon terhadap daftar pertanyaan dan angket yang telah dibuat
sebelumnya.

Pengumpulan respon dari angket dan daftar pertanyaan berisikan prioritas para pengguna dan penempatan mereka di dalam berbagai aplikasi. Ketua kelompok mungkin akan ditanya untuk membantu para pengguna dalam memberikan informasi yang penting dan menentukan prioritas.





Teknik yang digunakan dalam penspesifikasian kebutuhan secara formal :
• OOA ( Object Oriented Analysis )
• DFD ( Data Flow Diagram )
• HIPO ( Hierarchical Input Process Output )
• SADT ( Structured Analysis & Design )

Tahap 2 : Perancangan database secara konseptual
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menghasilkan skema konseptual untuk databse yang tidak tergantung pada sistem manajemen database yang spesifik. Penggunaan model data tingkat tinggi seperti ER/EER sering digunakan didalam tahap ini. Di dalam skema konseptual dilakukan perincian aplikasi–aplikasi database dan transaksi–transaksi yang diketahui .

Ada dua kegiatan di dalam perancangan database secara konseptual :
• Perancangan skema konseptual :
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan mengecek tentang kebutuhan– kebutuhan pemakai terhadap data yang dihasilkan dari tahap 1, dimana
tujuan dari proses perancangan skema konseptual adalah menyatukan pemahaman dalam struktur database, pengertian semantik, keterhubungan dan batasan-batasannya, dengan membuat sebuah skema database konseptual dengan menggunakan model data ER/EER tanpa tergantung dengan sistem manajemen database

Ada dua pendekatan perancangan skema konseptual :
• Terpusat
Kebutuhan–kebutuhan dari aplikasi atau kelompok–kelompok pemakai yang berbeda digabungkan menjadi satu set kebutuhan pemakai kemudian dirancang menjadi satu skema konseptual.
• Integrasi view–view yang ada
Untuk masing–masing aplikasi atau kelompok–kelompok pemakai yang berbeda dirancang sebuah skema eksternal ( view ) kemudian view – view tersebut disatukan ke dalam sebuah skema konseptual.

Ada 4 strategi dalam perancangan skema konseptual :
• Top down
• Bottom Up
• Inside Out
• Mixed



• Transaksi
Merancangan karakteristik dari transaksi–transaksi yang akan di implementasikan tanpa tergantung dengan DBMS yang telah dipilih. Transaksi–transaksi ini digunakan untuk memanipulasi database sewaktu diimplementasikan . Pada tahap ini diidentifikasikan input, output dan fungsional . Transaksi ini antara lain : retrieval, update dan delete, select dll.

Tahap 3 : Pemilihan Sistem Manajemen Database
Pemilihan sistem manajemen database ditentukan oleh beberapa faktor a.l : Teknik, Ekonomi, dan Politik Organisasi

Faktor Teknik :
• Tipe model data ( hirarki, jaringan atau relasional )
• Struktur penyimpanan dan jalur pengaksesan yang didukung sistem manajemen database
• Tipe interface dan programmer
• Tipe bahasa queri

Faktor Ekonomi :
• Biaya penyiadaan hardware dan software
• Biaya konversi pembuatan database
• Biaya personalia
• Biaya pelatihan
• Biaya pengoperasian
• Biaya pemeliharaan

Faktor Organisasi :
• Struktur data
Jika data yang disimpan dalam database mengikuti struktur hirarki, maka suatu jenis hirarki dari sistem manajemen database harus dipikirkan.
• Personal yang terbiasa dengan sistem yang terdahulu
Jika staff programmer dalam suatu organisasi sudah terbiasa dengan sautu sistem manajemen database maka hal ini dapat mengurangi biaya latihan dan waktu belajar.
• Ketersediaan dari service vendor
Keberadaan fasilitas pelayanan penjual sangat dibutuhkan untuk membantu memecahkan masalah sistem.

Tahap 4 : Perancangan database secara logika ( Transformasi model data )
Transformasi dari skema konseptual dan eksternal ( Tahap 2 ) ke model data sistem manajemen database yang terpilih, ada dua proses yaitu :
• Transformasi yang tidak tergantung pada sistem, pada tahap ini transformasi tidak mempertimbangkan karakteristik yang spesifik atau hal– hal khusus yang akan diaplikasikan pada sistem manajemen database
• Penyesuaian skema ke sistem manajemen database yang spesifik, di lakukan suatu penyesuaian skema yang dihasilkan dari tahap 1 untuk dikonfirmasikan pada bentuk implementasi yang spesifik dari suatu model data seperti yang digunakan oleh sistem manajemen database yang terpilih

Hasil dari tahap ini dituliskan dengan perintah DDL ke dalam bahasa sistem manajemen database terpilih. Tapi jika perintah DDL tersebut termasuk dalam parameter–parameter perancangan fisik , maka perintah DDL yang lengkap harus menunggu sampai tahap perancangan database secara fisik telah lengkap.

Tahap 5 : Perancangan Database Secara Fisik
Proses pemilihan struktur penyimpanan yang spesifik dan pengaksesan file– file database untuk mencapai kinerja yang terbaik di bermacam–macam aplikasi
Kriteria pemilihan perancangan fisik :
• Waktu respon
Waktu transaksi database selama eksekusi untuk menerima respon
• Penggunaan ruang penyimpanan
Jumlah ruang penyimpanan yang digunakan oleh database file dan struktur jalur pengaksesannya
• Terobosan yang dilakukan file transaksi
(Transaction troughput )
Merupakan nilai rata–rata transaksi yang dapat di proses permenit oleh sistem database dan merupakan parameter kritis dari sistem transaksi
Apabila waktu respon dari database tidak mencapai optimalisasi, maka pada tahap perancangan fisik ini dapat dilakukan denormalisasi.

Denormalisasi

Denormalisasi merupakan proses yang dilakukan pada database yang sudah dinormalisasi, dengan cara memodifikasi struktur tabel dan mengabaikan kerangkapan data (yang terkontrol) untuk meningkatkan kinerja database.

Proses denormalisasi termasuk :
 Mengkombinasikan tabel-tabel yang terpisah dengan join
 Mereplikasi/menduplikat data pada tabel


Tahap 6 : Implementasi
Implementasi skema database logik dan fisik ke dalam penyataan DDL dan SDL dari sistem manajemen database yang telah dipilih, untuk digunakan dalam pembuatan file–file database yang masih kosong


Studi Kasus :

Di bawah ini deskripsi mengenai suatu perusahaan yang akan di representasikan dalam database dan buat sesuai dengan proses perancangan database dari tahap 1 s/d tahap 4.

1. Suatu perusahaan terdiri atas bagian–bagian, masing–masing bagian mempunyai nama, nomor bagian dan lokasi . Setiap bagian mempunyai seorang pegawai yang mempunyai seorang pimpinan yang memimpin bagian tersebut.
2. Setiap bagian mengontrol sejumlah proyek dimana masing–masing proyek mempunyai nama, nomor proyek dan lokasi .
3. Setiap pegawai menjadi anggota pada salah satu bagian tapi dapat bekerja di beberapa proyek . Untuk setiap pegawai yang bekerja di proyek mempunyai jam kerja per-minggu . Seorang pegawai mempunyai nama, nomor pegawai, alamat, jenis kelamin, tanggal lahir dan usia serta supervisor / penyelia langsung. Pegawai juga mempunyai tanggungan yang terdiri atas nama, jenis kelamin dan hubungannya dengan si pegawai.


Catatan = Kasus diambil dari contoh Diagram ER pada materi Model Entity Relationship (Sistem Basis Data 1/Pengantar Sistem Basis Data)


**************
Category:
��
11.44 | Posted in
IQ, EQ, dan SQ
(sering kali ketiga istilah di atas mampir di kuping kita. namun, terkadang kita sedikit bingung. berikut sedikit penjelasan yang 'ku salin dari buku "kecerdasan spiritual" oleh Sukidi)

PEMETAAN PARADIGMA KECERDASAN:IQ, EQ, DAN SQ

Kecerdasan Intelektual (IQ)
Selama ini kita hanya diperkenalkan dengan IQ sebagai standar pertama dan utama kecerdasan kita. Semakin tinggi tes IQ kita, pada umumnya kita pun dikatakan memiliki kualitas kecerdasan intelektual yang tinggi, dan kemudian kita dipuja-puji sebagai orang "pintar" dan bahkan "berlian". Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tes IQ kita, semakin rendah pula derajat kecerdasan intelektual kita, dan kemudian kita dicap sebagai orang bodoh.
Cerdas-tidaknya otak kita, sepertinya hanya ditentukan melalui tes kecerdasan yang populer dengan sebutan School Aptitude Test (SAT). Ini mengantar kita menuju dekade-dekade yang oleh Gardner disebut "cara berikir IQ": "bahwa orang itu entah cerdas atau tidak terlahir secara demikian; bahwa tak ada banyak hal yang dapat Anda lakukan untuk mengubahnya; dan bahwa tes-tes itu dapat menunjukkan apakah Anda termasuk orang cerdas atau bukan".
Kekhasan cara berpikir IQ terutama terletak pada pemikiran rasional dan logis. IQ memang menjadi fakultas rasional dari manusia. Hal itu misalnya, nampak dari cara berpikir IQ yang cenderung linier, dan merupakan derivasi dari aspek formal, berlogika Aristotelian serta matematis, seperti 2+2=4. Cara berpikir di luar kaidah ini dipandang sebagai tidak baku dan bahkan sering kali dianggap salah.
Diberbagai sekolah dan perguruan tinggi, mahasiswa yang ber-IQ tinggi biasanya menduduki rengking tinggi dansekaligus memperoleh prestasi akademis. Demikian pula dalam dunia kerja; mereka akan segera memperoleh pekerjaan yang menjanjikan selepas dari perguruan tinggi. Apalagi, banyak perusahaan besaar telah lama melakukan semacam "nota kesepakatan" dengan perguruan tinggi bergengsi dalam rangka perekutan lulusan-lulusan terbaik untuk bergabung ke dalam perusahaan.
Mata rantai itulah yang kemudian memperkuat persepsi dan citra dikalangan masyarakat luas bahwa orang yang bre-IQ tinggi akan mempunyai masa depan yang lebih cemerlang dan menjanjikan. Sampai-sampai hal itu merasuk kuat ke dalam ingatan kolektif masyrakat: Ber-IQ tinggi menjamin kesuksesan hidup; sebaliknya, ber-IQ sedang-sedang saja, apalagi rendah, begitu suram masa depanya.

Kecerdasan Emosional (EQ)
Benarkah IQ menjadi kunci kecerdasan untuk meraih masa depan, dan sekaligus satu-satunya parameter kesuksesan hidup?
TIDAK! Inilah jawaban tegas Daniel Goleman. Fakta berbicara lain, dan bahkan berbalik total. Sejak dipublikasikannya EQ tahun 1995, temuan riset Goleman cukup untuk berkesimpulan mengapa orang-prang yang ber-IQ tinggi gagal dan orang yang ber-IQ sedang-sedang saja justru menjadi sukses. Pasti ada faktor lain untuk menjadi cerdas, dan kemudian dipopulerkan Goleman dengan "kecerdasan emosional" (EQ). Demikian kesimpulan Goleman: setinggi-tingginya, IQ hanya menyumbang kira-kira 20 persen bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, sementara yang 80 persen diisi oleh faktor-faktor kecerdasan lain.
Memang, yangsedikit agak aneh dan menjadi pertanyaan bersar adalah: bagaimana membawa kecerdasan pada emosi? Karena, fakta selama ini sering kali berbicara lain: "emosi sering kali membawa kita kepada sikap amarah". Padahal, amarah itu sendiri lazimnya menjerumuskan kita pada sikap tak terpuji.
Siapa pun di antara kita bisa saja marah kepada orang lain, karena marah itu memang mudah. Tetapi, demikian saran bijak fisuf Aristoteles, "marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik, bukanlah hal mudah".
Sebenarnya, denga paradigma EQ, emosi kita hendak dikenali, disadari, dikelola, dimotivasi, dan bahkan diarahkan pada kecerdasan:
Pertama, melalui pengenalan diri terhadap emosi kita terlebih dahulu. Ajaran filsuf Socrates "kenalilah dirimu" jelas menunjukkan inti kecerdasan emosional pada diri kita.
Kedua, emosi tentu saja tidak cukup sekedar untuk dikenali, tetapi lebih lanjut perlu juga disadari eksistensi kehadirannya dalam mempengaruhi kehidupan emosional kita. Goleman sendiri menggunakan wacana Kesadaran-Diri (self-awareness) untuk memberikan porsi perhatian pikiran kita terhadap situasi dan kondisi emosi.
Dengan menyadari sesadar-sadarnya kehadiran eksistensi emosi ini, kita tak lagi dikuasai oleh emosi, tetapi justru sebaliknya-dan inilah poin Ketiga: kita lebih bisa mengelola, menguasai, dan bahkan mengendalikan emosi kita, yang menurut kearifan orang Yunani kuno diberi nama Sophrosyne, yakni "hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan; keseimbangan dan kebijaksanaan emosi yang terkendali". Banyak ajaran agama juga mengajarkan kepada kita agar bisa mengendalikan emosi.
Itulah sebabnya, paradigma EQ yang dikonstruksi Goleman lebih mengacu pada kesadaran diri untuk mengendalikan emosi. Bayangkan, apa yang terjadi jika emosi tak terkendali. konsekuensi negatifnya adalah orang selalu marah-marah. Padahal, sikap marah-marah justru mematikan nalar-itelektual yangsecara otomatis "membunuh" potensi IQ dan EQ sekaligus.
Dalam kontek inilah kita melihat keampuhan EQ dibandingkan dengan IQ. Dalam praktek kerja sehari-hari, misalnya keampuhan EQ ini begitu tampak dan terasa: penuh motivasi dan kesadaran diri, empati, simpati, solidaritas tinggi, dan sarat kehangatan emosional dalam interaksi kerja. Karena itu seringakali orang yang ber-IQ sedang labih sukses dibanding yang ber-IQ tinggi.

Kecerdasan Spiritual (SQ)
SQ merupakan wacana baru yang masih istimewa dalam blantika pemikiran intelektual. Ahli psikologi Danah Zohar dan Ian Marshall yang mempopulerkan SQ pada awal milenium baru melalui karyanya SQ, Spiritual Inteeigence, The Ultumate Intelligence, mengatakan:" SQ is the necessary foundation for the effective functioning of both IQ and EQ. It is untimate intelligence".
SQ adalah paradigma kecerdasan spiritual. Artinya, segi dan ruang spiritual kita bisa memanarkan cahaya spiritual dalam bentuk kecerdasan spiritual.
Dr. Marsha Sinetar menafsirkan SQ sebagai pemikiran yang terilhami. SQ adalah cahaya, ciuman kehidupan yang membangunkan keindahan tidur kita. SQ membangunka orang-orang dari segala usia, dalam segala situasi.
SQ melibatkan kemampuan menghidupkan kebenaran yang paling dalam. Itu berarti mewujudkan hal yang terbaik, utuh, dan paling manusiawi dalam batin. Gagasan, energi, nilai, visi, dorongan, dan suatu keadaan kesadaran yang hidup bersama cinta.
dari sudut psikologi memberi tahu kita bahwa ruang spiritual pun memiliki arti kecerdasan. Logika sederhananya: di antara kita bisa saja ada yang tidak cerdas secara spiritual, dengan ekspresi keberagamaannya yang monolitik, eksklusif, dan intoleran, yang sering kali berakibat pada kobaran konflik atas nama agama. Begitu juga sebaliknya, di antara kita bisa juga ada orang yang cerdas secara spiritual sejauh orang itu mengalir dengan penu kesadaran, dengan sikap jujur dan terbuka, inklusif, dan bahkan pluralis dalam beragama di tengah pluralitas agama.

REKONSTRUKSI POLA RELASI DAN STRUKTUR ANTARA IQ, EQ, DAN SQ
Pola relasi ini mengandaikan terjadinya relasi positif antara IQ, EQ, dan SQ, meski tetap mengakui adanya diferensiasi, karena sesungguhnya segi diferensiasi IQ, EQ, dan SQ inilah akan memberikan kontribusi pemetaan struktural antara ketiganya dalam struktur kepribadian kita.
Sadar atau tidak, potensi kecerdasan intelektual, emosi, dan spiritual itu ada dalam keseluruhan diri kita sebagai manusia. IQ berada di wilayah otak (brain) kita, yang karenanya terkait dengan kecerdasan otak, rasio,nalar-intelektual. EQ mengambil wilayah di sekitar emosi diri kita, yang karenanya lebihmengembangkan emosi supaya menjadi cerdas, tidak cenderung marah. Sedangkan SQ mengambil tempat di seputar jiwa, hati (yang merupakan wilayah spirit), yang karenanya dikenal sebagai the soul's intelligence: kecerdasan jiwa, hati, yang menjadi hakikat sejati SQ.
Dari sudut pandang model berpikir, cara berpikir model IQ cenderung seri, sementara EQ bersifat asosiatif, dan SQ lebih bersifat unitif (menyatukan).
Dalam spiritual Islam (Al-Qur'an), IQ dapat dihubungkan dengan kecerdasanakal-pikir ('ql); sementara EQ lebih dihubungkan dengan emosi diri (nafs); dan SQ mengacu pada kecerdasan hati, jiwa, yang menurut terminologi Al-Qur'an disebut dengan qalb.
Dari sudut pandang produk kecerdasan dan kebahagiaan, IQ lebih mengcu pada kebahagiaan dan bahkan kepuasan intelektual-material; sementara EQ lebih mengacu pada kebahagian secara insting-emosional; sedangkan SQ akan menghasilkan kebahagiaan spiritual.
Category:
��